Seperti banyak pemimpin lainnya, ketika Covid-19, saya juga terbiasa menggunakan istilah VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) sebagai “kacamata” untuk memahami dunia bisnis yang semakin bergejolak. Istilah itu sangat berguna pada masanya. Ia memberi kita bahasa untuk mendeskripsikan badai yang sedang kita hadapi. Namun, pasca-pandemi, di tengah gelombang AI yang super masif dan pergeseran generasi yang fundamental, saya mulai merasakan ada sesuatu yang kurang pas.
Istilah VUCA terasa seperti diagnosis pasif dari seorang dokter yang berkata, “Anda sakit karena terkena badai di luar.” Ia menggambarkan kondisi eksternal yang menimpa kita, seolah-olah kita adalah korban yang pasrah. Ia membuat kita ingin bersembunyi di bunker bawah tanah, mengelola risiko, dan berharap badai cepat berlalu. Namun, kegelisahan saya berkata lain: bagaimana jika badai ini tidak akan pernah berlalu? Bagaimana jika ini justru merupakan iklim baru kita? Dan yang lebih penting, bagaimana jika di dalam badai ini justru terdapat energi yang luar biasa besar yang bisa kita manfaatkan? Alih-alih diam, maka mestinya harus bergerak.
Kegelisahan inilah yang mendorong saya untuk melakukan perenungan mendalam, melihat kembali pola-pola yang ada, dan mencoba memberikan nama baru bagi era yang sedang kita jalani ini. Sebuah nama yang tidak hanya mendeskripsikan tantangan, tetapi juga menyiratkan adanya harapan dan panggilan untuk bertindak secara proaktif. Dari sanalah lahir sebuah lensa baru, sebuah akronim yang saya sebut dengan CUAN.
Baca Juga: VUCA sudah Usang: Selamat Datang Era CUAN
Dan ya, saya sengaja memilih kata ini. Di tengah semua berita tentang kekacauan, disrupsi, dan ketidakpastian, saya ingin kita semua mengingat bahwa selalu ada “cuan”, selalu ada keuntungan, kebermanfaatan, dan peluang luar biasa, tentunya bagi mereka yang siap dan berani melihat dunia dengan kacamata yang baru. CUAN adalah akronim dari Chaotic, Uncertainty, Ambiguity, dan Novelty. Mari kita bedah bersama, bukan sebagai sebuah teori, tetapi sebagai sebuah realitas yang sedang kita hadapi setiap hari.
C – Chaotic (Kekacauan): Benang Kusut Raksasa yang Saling Terhubung
Dulu, kita berpikir masalah bisnis itu rumit (complicated). Mesin yang rumit bisa dibongkar, dipelajari setiap komponennya, lalu dipasang kembali. Ada alur sebab-akibat yang jelas. Namun, dunia hari ini tidak lagi rumit; ia adalah kekacauan. Bayangkan sebuah ekosistem hutan lebat di Kalimantan. Di dalam hutan, semua elemen seperti pohon, sungai, hewan, iklim, dan tanah saling terhubung dalam sebuah jaring kehidupan yang tak terlihat. Mencabut satu jenis tanaman bisa jadi menyebabkan ledakan populasi serangga, yang kemudian memengaruhi spesies burung, dan seterusnya.
Inilah realitas bisnis kita sekarang. Sebuah kebijakan strategis baru di belahan dunia lain bisa secara tiba-tiba mengganggu rantai pasok sebuah UKM di Jawa Timur. Sebuah tren viral di TikTok bisa mengubah persepsi pasar terhadap sebuah merek dalam semalam. Sebuah pembaruan algoritma oleh satu platform media sosial di Tiongkok ataupun Amerika bisa mengubah model bisnis jutaan perusahaan lain di seluruh dunia.
Dalam sistem yang kompleks, pendekatan “tambal sulam” atau penyelesaian masalah secara parsial tidak lagi efektif, bahkan berbahaya. Solusi yang tampak cerdas untuk departemen Pemasaran bisa jadi malah menciptakan mimpi buruk bagi departemen Operasional. Ini memaksa kita untuk berhenti berpikir dalam “kotak” departemen, divisi, atau keahlian yang sempit.
Pemimpin di Era Kompleksitas tidak bisa lagi menjadi seorang “master catur” yang mengontrol setiap bidak. Ia harus menjadi seorang “tukang kebun” yang bijaksana. Ia tidak lagi mengontrol pertumbuhan setiap tanaman, tetapi ia fokus menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung, seperti menggunakan tanah yang subur, memastikan air dan cahaya matahari cukup, sehingga keseluruhan ekosistem bisa tumbuh secara sehat dan harmonis.
Kecerdasan yang dibutuhkan bukanlah kecerdasan analitis yang sempit, melainkan kecerdasan sistemik di mana seseorang mempunyai kemampuan untuk melihat hubungan, pola, dan dampak jangka panjang secara menyeluruh dari setiap tindakan yang diambil.
U – Uncertainty (Ketidakpastian): Berlayar di Tengah Kabut Masa Depan
Pilar kedua adalah Ketidakpastian. Ini adalah kesadaran yang meresahkan, namun sekaligus membawa angin segar, bahwa kita benar-benar tidak bisa memprediksi masa depan dengan akurat lagi. Model-model perencanaan strategis tradisional dibangun di atas asumsi bahwa masa depan, kurang lebih, adalah perpanjangan dari tren masa lalu. Kita membuat proyeksi penjualan lima tahun ke depan berdasarkan data lima tahun ke belakang. Bahkan ada perusahaan yang terlalu percaya diri, membuat perencanaan harian selama setahun di bulan Januari. Seolah-olah, perjalanan selama satu tahun ke depan bisa diketahui dengan pasti di awal tahun!
Era CUAN menghancurkan asumsi tersebut. Ketidakpastian berbeda dengan risiko. Risiko adalah “known unknowns”, sesuatu yang bisa dihitung probabilitasnya. Ketidakpastian adalah “unknown unknowns”, yaitu hal-hal yang kita bahkan tidak tahu bahwa kita tidak mengetahuinya. Siapa yang memasukkan “pandemi global” dalam rencana bisnis 2019 mereka? Siapa yang secara akurat memprediksi kecepatan adopsi AI Generatif dan dampaknya pada pekerjaan pengetahuan?
Berpegang teguh pada satu rencana jangka panjang yang kaku di Era Ketidakpastian sama saja dengan mengikat kemudi kapal lurus ke depan saat berlayar di tengah kabut tebal. Tentu saja itu tindakan yang ceroboh.
Ini berdampak langsung pada kepemimpinan. Pemimpin yang dinilai hebat karena kemampuannya “memprediksi” pasar kini menjadi usang. Kepemimpinan modern tidak lagi tentang memiliki kemampuan “memastikan” masa depan.
Sebaliknya, kepemimpinan modern adalah tentang membangun kapal yang tangguh dan kru yang lincah. Fokusnya bergeser dari “membuat rencana yang sempurna” menjadi “membangun kapasitas untuk beradaptasi”. Pernahkah dulu Anda mendapatkan doktrin, “Perencanaan yang baik sama dengan separo pekerjaan telah selesai?” Jika Anda masih memegang teguh doktrin tersebut, maka siap-siap untuk menjalani kehidupan zaman sekarang dengan pil kecemasan dan penderitaan, bukan hanya pil pahit saja.
Organisasi yang akan bertahan adalah mereka yang mampu mengubah haluan dengan cepat saat secercah daratan terlihat di tengah kabut, bukan mereka yang paling keras kepala mengikuti peta lama!
A – Ambiguity (Ambiguitas): Kabut Perang dalam Pengambilan Keputusan
Pilar ketiga, Ambiguitas, mungkin adalah yang paling menguji mental para pemimpin. Ini adalah “kabut perang” di dunia bisnis. Ambiguitas adalah kondisi di mana kita mungkin memiliki banyak data, tetapi maknanya tidak jelas atau bisa ditafsirkan dalam berbagai cara yang saling bertentangan.
Sebuah data HRD bulanan menunjukkan bahwa keterlibatan karyawan di perusahaan Anda menurun. Apakah ini artinya mereka sedang tidak bahagia? Atau mereka hanya lelah setelah menyelesaikan proyek besar? Atau mungkin alat survei yang kita gunakan tidak lagi relevan untuk karyawan Gen-Z? Semua interpretasi ini bisa jadi benar. Inilah ambiguitas.
Contoh lain yang sangat relevan adalah debat tentang “kerja dari mana saja” (remote work). Ada data yang menunjukkan ini meningkatkan produktivitas, ada juga data yang menunjukkan ini membunuh inovasi. Keduanya sama-sama valid. Kebenarannya ambigu dan sangat kontekstual.
Ambiguitas seringkali melumpuhkan organisasi. Dalam menghadapi pilihan yang kabur, kecenderungan alamiah manusia adalah tidak melakukan apa-apa, menunggu hingga “kabutnya sirna”. Namun di Era CUAN, kejelasan yang sempurna adalah sebuah ilusi. Anda tak lagi akan menemui kondisi “IDEAL” di era CUAN. Menunggu berarti memberikan kesempatan kepada kompetitor yang lebih berani.
Di sinilah peran pemimpin sebagai “pembuat makna” (meaning-maker) menjadi sangat krusial. Ketika “bagaimana”-nya tidak jelas, pemimpin harus bisa memberikan kejelasan tentang “mengapa”-nya. Keputusan harus diambil berdasarkan prinsip dan tujuan yang kokoh, bukan menunggu kepastian data yang absolut. Apalagi kalau pemimpin benar-benar bisa menemukan “the Truth” hakiki atas sebuah peristiwa.
N – Novelty (Kebaruan): Saat Pengalaman Menjadi Pedang Bermata Dua
Inilah pilar yang menurut saya paling membedakan era ini. Dunia tidak hanya berubah lebih cepat (volatility), tetapi ia juga menghadirkan fenomena-fenomena yang benar-benar baru (novelty), yang tidak memiliki referensi atau contoh dalam sejarah kita sebelumnya. Kita dihadapkan pada masalah dan peluang yang buku panduannya belum pernah ditulis oleh para akademisi, praktisi, guru, mentor, hingga coach di masa lalu.
Munculnya creator economy, organisasi terdesentralisasi berbasis blockchain, gegernya industri kreatif atas kehadiran berbagai tools AI pembuat video super realistik, implikasi sosial dari rekayasa genetika, atau bahkan cara Gen-Alpha berinteraksi dengan dunia adalah contoh dari Novelty. Ini adalah arena di mana pengalaman seorang eksekutif selama 30 tahun, yang sangat berharga di masa lalu, bisa menjadi “pedang bermata dua”. Di satu sisi, ia memberikan kebijaksanaan, namun di sisi lain ia bisa menjadi penjara mental yang menghalangi kita untuk melihat solusi yang benar-benar baru.
Di era Novelty, aset terbesar sebuah organisasi bukanlah “apa yang telah kita ketahui”, melainkan “seberapa cepat kita bisa belajar hal baru”. Tumpukan data dalam perpustakaan Big Data yang sering digadang-gadang menjadi aset digital terbesar, akan percuma jika tidak bisa digunakan dengan benar di era CUAN.
Budaya organisasi yang paling berharga bukanlah lagi budaya efisiensi, tetapi budaya pembelajaran dan keingintahuan radikal. Kemampuan untuk bereksperimen, mengakui ketidaktahuan, gagal dengan cepat, belajar, dan beradaptasi adalah skill bertahan hidup yang paling utama.
Pemimpin yang paling efektif bukanlah lagi “guru yang serba tahu”, melainkan menjadi “murid yang abadi”, seseorang yang paling rendah hati dan paling cepat belajar di dalam maupun luar ruangan. Sejatinya, menjadi seorang “guru” di zaman CUAN ini justru bukan lagi sebagai sesuatu yang membanggakan, malah sebaliknya, menjadi “beban”. Faktanya, setiap orang di era CUAN sebenarnya kembali menjadi pembelajar. Pengalaman belasan atau puluhan tahun di masa lalu tidak lantas bisa dijadikan pijakan 100% di era sekarang.
Merangkul Era CUAN: Dari Reaktif Menuju Proaktif
Inilah mengapa saya merasa “CUAN” lebih progresif daripada “VUCA”. VUCA membuat kita fokus pada ancaman. CUAN, dengan konotasi positifnya, mengajak kita untuk mengubah cara pandang dan secara proaktif mencari peluang di tengah kekacauan.
- Kekacauan adalah inspirasi peluang untuk menciptakan solusi ekosistem baru.
- Ketidakpastian adalah peluang untuk menjadi lebih lincah dan adaptif.
- Ambiguitas adalah peluang untuk memimpin dengan visi dan kejelasan tujuan.
- Novelty adalah peluang untuk menjadi pionir dan menciptakan pasar baru.
Selamat datang di Era CUAN. Ini bukanlah sebuah fase sementara, ini adalah realitas baru kita. Bagi mereka yang bersikeras dengan peta lama, era ini akan terasa seperti kiamat. Namun, bagi mereka yang berani merangkulnya dengan cara pandang baru yang holistik, ambidextrous, dan humanis, maka ini adalah era peluang yang paling menarik dalam sejarah manusia. Perjalanan transformasi Anda dimulai dengan kesadaran ini.